Apresiasi seni rupa adalah aktivitas mengindra karya seni
rupa, merasakan, menikmati, menghayati dan menghargai nilai nilaikeindahan dalam karya seni serta menghormatikeberagaman
konsep dan variasi konvensi artistik eksistensi dunia seni rupa.
Secara teoretik menurut Brent G. Wilson dalam bukunya
Evaluation of Learning in Art Education; apresiasi seni memiliki
tiga domain, yakni perasaan (feeling), dalam konteks ini terkait
dengan perasaan keindahan, penilaian (valuing) terkait dengan
nilai seni, dan empati (emphatizing), terkait dengan sikap hormat
kepada dunia seni rupa, termasuk kepada profesi perupa,pelukis,
pepatung, pegrafis, pekeramik, pedesain, pekria, dan lain-lain).
karena menyadari peran dan kontribusi para seniman tersebut bagi masyarakat, bangsa dan negara, atau bagi nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya. Pengalaman personal mengamati karya seni dilakukan dengan mengamati lukisan yang dipajang di depan kelas. Siswa kemudian menceritakan hasil pengindraannya, respons pribadinya, reaksinya, analisisnya dan penafsiran serta evaluasinya kepada lukisan secara lisan.
Kemudian mendiskusikannya di kelas yang dipandu oleh guru yang berperan sebagai moderator. Kemudian hasil notulis atau rekaman
atas kemampuan berapresiasi seni rupa secara
lisan dan hasil diskusi itu, disempurnakan
oleh siswa dalam bentuk karya tulis dengan
bahasa Indonesia yang sistematis, lugas dan
komunikatif.
Guru seni budaya bersama siswa mempersiapkan dan
melaksanakan aktivitas mengapresiasi karya seni rupa murni
(seni lukis), sehingga para siswa kompeten merasakan keindahan
dan makna seni, kemudian menerapkan dan mengamalkan rasa
keindahan itu dalam kehidupan kesehariannya.
Berapresiasi Seni Rupa
A. Pengembangan Sikap Apresiatif Seni Rupa
Pada hakikatnya semua manusia dianugerahi oleh Tuhan
apa yang disebut “sense of beauty”, rasa keindahan. Meskipun
ukurannya tidak sama pada setiap orang, jelas setiap manusia
sadar atau tidak menerapkan rasa keindahan ini dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya ketika kita memantas diri dalam berpakaian,
memilih dasi, memilih sepatu, dan berdandan (sekedar contoh).
Kemampuan mengamati karya seni rupa murni dan seni rupa terapan, dalam arti praksis adalah kemampuan mengklasifikasi, mendeskripsi, menjelaskan, menganalisis, menafsirkan dan mengevaluasi serta menyimpulkan makna karya seni. Aktivitas ini dapat dilatihkan sebagai kemampuan apresiatif secara lisan maupun tulisan. Aktivitas pendukung, seperti membaca teori seni, termasuk sejarah seni dan reputasi seniman, dialog dengan tokoh seniman serta budayawan, merupakan pelengkap kemampuan berapresiasi, sehingga para siswa dapat menyertakan argumentasi yang logis dalam meyimpulkan makna seni. Secara psikologis pengalaman pengindraan karya seni itu berurutan
dari sensasi (reaksi panca indra kita mengamati seni), emosi (rasa
keindahan), impresi (kesan pencerapan), interpretasi (penafsiran makna seni), apresiasi (menerima dan menghargai makna seni, dan evaluasi (menyimpulkan nilai seni). Aktivitas ini berlangsung ketika seseorang mengindra karya seni, biasanya sensasi tersebut diikuti dengan aktivitas berasosiasi, melakukan komparasi, analogi, diferensiasi, dan sintesis. Pada umumnya karya seni yang dinilai baik akan memberikan kepuasan spiritual dan intelektual bagi pengamatnya.